Sabtu, 27 Juni 2015

Pembuktian

Dalam Hukum Acara Perdata terdapat beberapa jenis pembuktian yang dikenal dewasa ini, akan tetapi pembuktian tersebut haruslah sesuai dengan asasnya yakni "Barang siapa yang mengaku mempunyai hak atau peristiwa atau mengajukan suatu peristiwa untuk menguatkan hak-nya atau menyangkal hak orang lain harus membuktikan adanya hak itu" setelah menelaah asas tersebut barulah kita dapat mengetahui bahwa bukti yang disebutkan terdiri atas :

A. Bukti Tertulis
Sesuai dengan ketentuan pasal 164 HIR, bukti Tertulis dapat digolongkan pada bukti surat yang adalah segala yang memuat tanda-tanda bagan yang dimaksud itu mencurahkan isi hati dan buah pikiran. Sebagai alat bukti surat dapat dibedakan menjadi dua yakni:
1) Akta Otentik berdasarkan 165 HIR/285 RBg dan Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dapat disimpulkan menjadi akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang dan dibuat menurut ketentuan dan oleh pejabat yang berwenang. Contohnya, akta notaris, berita acara sidang, berita acara kepolisian (pidana).
2) Akta dibawah tangan adalah suatu perjanjian yang dibuat tanpa dengan bantuan dari seorang pejabat, yang dibuat dengan sengaja oleh kedua belah pihak atau lebih dan ditandatangani yang bersangkutan dan memiliki kekuatan bukti yang sempurna bila tanda tangan tersebut diakui oleh para pihak dan sesuai dengan penilaian hakim kekuatan hukumnya, apabila para pihak tidak mengakuinya.

B. Saksi
Saksi adalah seorang atau lebih yang memberikan keterangan kepada hakim dipersidangan tentang peristiwa yang menjadi sengketa dengan cara lisan yang bukan pihak dalam berperkara atau sengketa. Keterangan yang disampaikan oleh saksi pada umumnya sesuai dengan peristiwa dan kejadian yang dialami sendiri. Dalam mengajukan saksi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ada saksi yang "Testimonium de auditu" yakni seorang saksi atau lebih memberikan keterangan berdasar apa yang dia dapat keterangan dari orang lain dan juga "Unustestis Nullustestis" keterangan seorang saksi yang tidak dapat menjadi alat bukti akan tetapi harus ditambah keterangan mengenainya agar dapat dipercaya dan demikianlah secara sah menjadi alat bukti. Dalam hal pembuktian kewajiban saksi diantaranya adalah wajib menghadap persidangan, wajib untuk disumpah dan wajib memberikan keterangan. Golongan yang tidak bisa menjadi saksi terdiri atas dua kriteria yakni, tidak mampu secara mutlak seperti keluarga sedarah, semenda, menurut keturunan garis lurus dan suami atau istri. Sedangkan yang tidak mampu secara relatif (nisbih) diantaranya adalah anak yang belum cukup umur 15 tahun dan orang gila (stress). Dalam aspek pembuktian yang dapat dibebaskan dari kewajiban memberi kesaksian diantaranya, saudara laki-laki atau perempuan, ipar laki-laki dan perempuan, hingga keluarga yang secara garis lurus serta saudara dari suami-istri dan pihak yang karena martabat dan kewajiban menyimpan rahasia.

C. Persangkaan
Persangkaan adalah segala kesimpulan-kesimpulan yang oleh Undang-undang atau hakim diambil dari suatu peristiwa yang nyata kearah peristiwa lain yang pada dasarnya belum terang suatu kenyataan tersebut. Berdasarkan pasal 1915 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada dua jenis persangkaan, yakni :
1) Persangkaan menurut Undang-undang adalah perbuatan yang menurut undang-undang dinyatakan batal demi hukum seperti perjanjian narkotika, perdagangan anak, perdagangan bayi dan perempuan.
2) Dan persangkaan menurut hakim adalah suatu peristiwa yang terjadi dipersidangan seperti keputusan verstek.

D. Pengakuan
Pada umumnya pengakuan dapat diberikan dimuka hakim saat persidangan berlangsung ataupun diluar persidangan. Pengakuan ialah keterangan yang membenarkan suatu keadaan atau peristiwa atau hubungan hukum yang terjadi dan diajukan oleh para pihak. Pengakuan yang disampaikan dimuka hakim kekuatan buktinya sempurna dan mengikat, pada asasnya tidak dapat ditarik kembali (pasal 174 HIR) terkecuali ada kekhilafan. Dan untuk pengakuan yang dilakukan diluar persidangan kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada penilaian hakim (pasal 175 HIR). Dalam ilmu pengetahuan Pengakuan dubedakan atas tiga macam, yakni:
1) Pengakuan murni, adalah pengakuan yang memiliki sifat sederhana sesuai dengan tuntutan pihak lawan. Contohnya, dalam gugatannya penggugat menyatakan tergugat mempunyai hutang Rp.50.000.000,00 dan hal ini diakui tergugat untuk sepenuhnya.
2) Pengakuan dengan kualifikasi, adalah pengakuan beserta dengan sangkalan sebagian dari tuntutan (petitum). Contohnya, dalam hal ini tergugat mengakui benar memiliki hutang dengan penggugat akan tetapi besarannya tidak sesuai atau sebesar yang didalilkan Penggugat dalam gugatannya.
3) Pengakuan dengan klausul, adalah pengakuan yang disertai keterangan tambahan yang sifatnya membebaskan tergugat dari tuntutan. Contohnya, tergugat mengakui memiliki hutang benar dengan jumlah yang sesuai yang dinyatakan penggugat akan tetapi sudah dibayar lunas oleh tergugat.

E. Sumpah
Sumpah ialah suatu pernyataan yg khidmat yang diberikan dan diucapkan dipersidangan dengan mengingat nama yang maha esa, bagi orang yang melanggar sumpah ia akan dihukum oleh yang maha esa. Sumpah dalam alat bukti diatur dalam pasal 155, 156, 158 dan 177 HIR. Yang disumpah salah satu pihak yang berperkara adalah tergugat atau penggugat, 3 macam sumpah menurut HIR yakni :
1) Sumpah pelengkap (suppletoir) adalah sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya untuk melengkapi pembuktian yang ada sebagai dasar bagi hakim untuk menjatuhkan putusannya dan dalam upaya pembuktian dibutuhkan adanya pembuktian permulaan terlebih dahulu. Dan jika seseorang diantara yang berperkara diminta untuk bersumpah tidak sedia maka pihak tersebut dikalahkan dalam perkara tersebut, untuk itu sumpah tidak diperkenankan dikembalikan kepihak lain untuk diambil sumpahnya. 155 HIR
2) Sumpah pemutus (decisoir)  adalah sumpah yang dimintakan oleh salah satu pihak ke pihak lain untuk diambil sumpahnya karena tidak adanya alat bukti, dan bila pihak penerima disumpah tidak mau mengangkat sumpah dan tidak mengembalikan sumpah kepada pihak yang menyuruh maka pihak yang penerima sumpah dikalahkan dalam perkara. Sebaliknya, apabila pihak penerima sumpah mau mengangkat atau mengembalikan sumpah maka ia dimenangkan dalam perkara itu.
3) Sumpah penafsiran (aestimatoir)

Sabtu, 23 Mei 2015

Keputusan Sirkuler (Circular Resolution)

Pengambilan keputusan seperti ini dilakukan tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang saham. Berdasarkan kutipan dari Pasal 91 UU Perseroan Terbatas dan penjelasannya, maka dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan para pemegang saham dengan cara mengedarkan usulan kepada para pemegang saham (di luar RUPS) untuk disetujui atau dikenal dengan nama circular resolution adalah memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Keputusan RUPS, tentunya dengan syarat utama yaitu seluruh pemegang saham harus menyetujui dan menandatangani circular resolution secara bulat tanpa terkecuali.
Persetujuan dari seluruh pemegang saham, merupakan syarat mutlak keabsahan keputusan di luar RUPS. Tidak boleh satu pemegang saham pun yang tidak setuju. Jika terjadi hal yang seperti itu, mengakibatkan circular resolution tersebut tidak sah.